Teori Belajar
Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya
dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata
lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
1. Connectionism
( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari
eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa
jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus –
Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang
dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus-
Respons.
- Law of Readiness; artinya
bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal
dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- Law of Exercise; artinya
bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat,
jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
2. Classical
Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari
eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Respondent Conditioning yakni
hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks
dan stimulus lainnya akan meningkat.
- Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant
Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari
eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of operant conditining yaitu
jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction yaitu
jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku
yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant
conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun
tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.
4. Social
Learning menurut Albert Bandura
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas
stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip
dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar
sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian
contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh
lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti :
Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan
teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang
(the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller
dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Teori Belajar
Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman
yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan
Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai
sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh
prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
- Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship);
yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran,
potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila
figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan
penafsiran antara latar dan figure.
- Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan
(baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai
satu bentuk tertentu.
- Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan
cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
- Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang
pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi
sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
- Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
- Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi
kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari
pandangan Gestalt, yaitu:
- Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan
perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk
kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah
perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan,
mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”.
Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku
“Molecular”.
- Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah
lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk
pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal
kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat
(lingkungan geografis).
- Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau
suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek
atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti :
sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari
prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau
binatang tertentu.
- Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan
suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis.
Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan
tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.