Pendidikan karakter itu bukanlah sesuatu yang muluk-muluk atau sulit. Pendidikan karakter
sebenarnya sudah ada dimana-mana. Sudah ada dikeluarga, dilingkungan
sosial, sekolah, tempat hiburan dan lainnya. Tapi kali ini kita akan belajar sesuatu inti yang penting tentang pendidikan karakter dari sepak bola.
Ya, kenapa sepak bola karena kondisi
atau contoh ini akan sangat mudah di analogikan (disamakan) dengan
kondisi dan bagaimana mendidik karakter di dalam sekolah dan rumah. Pada dasarnya pendidikan karakter
adalah memberikan aturan main dalam kehidupan dan lingkungan sosial
disertai dengan konsekuensi yang berlaku didalamnya. Lalu hubungan
dengan sepak bola? Mudah, dalam sepak bola sudah berlaku aturan yang
sangat baku dan jelas. Ada aturan main dan konsekuensi. Jika melanggar
ada kartu kuning (peringatan), kartu merah (keluar dari permainan), free
kick, penalty, corner kick, bahkan denda uang bagi pemain dan team.
Bahkan yang lebih “sadis” lagi jika team tersebut harus turun kasta ke
liga yang lebih rendah lagi.
Sebagai pecinta sepak bola, saya sangat senang dan berulang kali menggunakan contoh ini kepada guru dan orang tua yang ingin tahu tentang bagaimana mendidik karakter anak
dengan menggunakan contoh ini. Seorang anak perlu mengembangkan
pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja, mempelajari
“aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini dan “hidup” didunia
ini. Nah, masalahnya anak pada saat lahir dia tidak memiliki “konsep
sosial” didalam kepalanya, oleh karena itu anak perlu tahu bagaimana
aturan – aturan yang ada didalam dunia ini. Inilah Pendidikan Karakter, mudah kan?
Supaya tidak kena kartu kuning, jangan
melanggar. Jika melanggar lagi ya kartu merah. Sehingga banyak dari
pemain sepak bola jika kesal terhadap team lawan selalu berusaha menjaga
sikap dengan berusaha menghormati wasit dan tetap mengeluarkan
uneg-uneg nya. Ya inilah dunia manusia, terkadang ada yang sesuai dan
tidak tetapi diperlukan aturan untuk membuat semuanya teratur.
Dalam permainan sepak bola pemain inti
dalam sebuah pertandingan adalah wasit. Banyangkan jika bermain tidak
ada wasit maka kemungkinan besar bukan pertandingan sepak bola lagi yang
kita lihat. Tetapi UFC (Ultimate Fighting Championship) di lapangan
sepak bola, alias tarung bebas dilapangan sepak bola. Sama dalam dunia pendidikan
di sekolah perlau ada figure yang berperan seperti wasit dalam
pertandingan sepak bola yang menjadi “penjaga” aturan di sekolah. Dan
seringkali hal inilah yang menjadi kelemahan, wasit di sekolahnya tidak
berfungsi dengan baik. Sama halnya dirumah, orang tua kurang dapat menjadi wasit dengan baik. Sehingga pendidikan karakter kurang dapat berjalan dengan maksimal.
Perlu kita ketahui semua, pendidikan karakter
bukan semata-mata memberikan pengetahuan semata tetapi menetapkan
aturan dan konsekuensi dilingkungan sekolah dan dirumah. Dalam peraturan
sekolah misal: anak tidak bawa buku pelajaran maka konsekuensinya
mendapatkan tugas tambahan. Ini harus jelas dan konsisten, serta
dikomunikasikan kepada semua pihak termasuk orang tua.
Jika kita melanggar aturan lalu lintas
maka jelas kita kena tilang, dan kita bisa pilih mau slip merah atau
biru. Merah bayar di tempat, jika biru kita bayar di tempat yang
ditunjuk untuk mengurusi tilang (Bank BRI). Dan ini konsisten dan semua
masyarakat Indonesia yang menggunakan kendaran bermotor sudah tahu.
Inilah dasar dari pendidikan karakter. Ada aturan yang jelas dan konsekuensi.
Berikutnya, memang sebaiknya seorang yang bertanggung jawab dibidang pendidikan karakter
adalah seorang yang memiliki minat, dalam dunia “kemanusian” tidak
mesti psikolog. Kenapa sebab ini berkaitan dengan menata aturan dan
konsekuensi bagi anak didik. Tentunya aturan ini harus ditata
berdasarkan jenjang dan usia dan skala pelanggaran. Misal: hukuman anak
yang mencuri atau merusak dengan sengaja property sekolah tentunya akan
berbeda dengan anak yang lupa membawa alat tulis, atau tidak membawa
catatan.
Nah, yang terpenting bagi kita semua bahwa pendidikan karakter
bukanlah sesuatu yang rumit. Ini sangat mudah dan ada banyak sekali
contohnya disekitar kita, tinggal kita mau apa tidak. Perlu upaya untuk
menerapkan ini, kita perlu mengetahui dan belajar
tentang seluk beluk manusia dan bagaimana mengatasinya. Sebab manusia
saat dilahirkan tidak disertai manual book-nya, lain seperti Black Berry
yang kita beli dan sudah disertakan manual book-nya dan ada petunjuk
bagaimana menggunakannya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar