Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak
diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial.
Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia
dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan
menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan
menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan
Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan
merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun
2021 tentunya membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah
penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk
seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang
buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80
persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana
dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting
pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda
perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita
percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu
menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Dari sudut pandang psikologis, saya melihat
terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis” pada anak yang berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan
anak yang berumur 21 pada tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia
kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia
biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12
atau 11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.
Walau tidak semua, tetapi kebanyakan saya temui
memiliki kecenderungan seperti itu. Saya berulangkali bekerjasama dengan anak
usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal. Saya tidak “kapok” ber ulang-ulang
bekerja sama dengan mereka. Dan secara tidak sengaja saya menemukan pola ini
cenderung berulang, saya amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka. Kembali lagi ingat, disekolah pada umumnya
tidak diberikan pendidikan
untuk mengatasi persaingan pada dunia kerja.
Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah seorang anak
perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun
tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan proses mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari “diri” itu
didalam diri atau diluar diri? “saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini
lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan
disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan di dunia yang
sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena
tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur hidup terpenjara
oleh keyakinannya yang salah.
Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan
usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan
menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada
masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa
depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan
disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab,
tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa
rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia,
sanggup?
Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a
person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik
seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman
mara-bahaya kepada masyarakat)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar